Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT. Didalam agama ini, kita tidak diajarkan kekerasan. Kita diajarkan cara berkasih sayang yang tentunya diridhoi Allah SWT.
Bukan hanya bangsa barat yang mempunyai kisah romantis, seperti Romeo and Juliet (yang sebenarnya kisah tersebut mengadopsi dari cerita yang dikarang oleh pengarang muslim), kita juga mempunyai kisah romantis yang sangat menggetarkan hati.
Kisah Cinta Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.
Inilah
kisah cinta suci antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Cinta sahabat
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra memang luar biasa indah, cinta yang
selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata,
maupun ekspresi. Hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan
suci pernikahan.
Konon, karena saking teramat rahasianya, setan
saja tidak tahu urusan cinta diantara keduanya. Sudah lama Ali terpesona dan
jatuh hati pada Fatimah, ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar
melamar Fatimah. Sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.
Namun, kesabaran beliau berbuah manis, lamaran
kedua orang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya tersebut
ternyata ditolak oleh Rasulullah. Hingga akhirnya Ali memberanikan diri, dan
ternyata lamarannya yang mesti hanya bermodal baju besi diterima oleh
Rasulullah.
Di sisi lain, Fatimah ternyata juga sudah lama
memendam cintanya kepada Ali. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari
setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,
"Maafkan aku, karena sebelum menikah
denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan
aku ingin menikah dengannya",
Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah
dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.
Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab,
"Pemuda itu adalah dirimu".
Diceritakan, Ali Bin Abi Thalib waktu itu ingin
melamar Fatimah, putri nabi Muhammad saw. Tapi karena dia tidak mempunyai uang
untuk membeli mahar, maka ia membatalkan niat itu. Ali segera berhijrah untuk
bekerja dan mengumpulkan uang. Pada saat Ali sedang bekerja keras, ia mendengar
kabar kalau Abu Bakar ternyata melamar Fatimah. Wah, bagaimana agaknya perasaan
Ali, wanita yang sudah dia inginkan dilamar oleh seseorang yang ilmu agamanya
lebih hebat dari dia. Tetapi Ali tetap bekerja dengan giat.
Lalu setelah beberapa lama Ali mendengar kabar
kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah ditolak. Ali tertegun dan sedikit
bergembira tentunya, kata Ali “waah, saya masih punya kesempatan ”. Setelah
mendengar kabar itu, Ali bekerja lebih giat lagi agar cepat mengumpulkan uang
dan segera melamar Fatimah. Tapi tak lama setelah itu, Ali mendengar kabar
kalau Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Wah, sekali lagi Ali mendahulukan orang
lain, bagaimana perasaannya? Tapi tak berapa lama Ali mendengar kalau lamaran
Umar bin Khatab ditolak. betapa senangnya Ali, mendengar kabar itu.
Tapi tak lama, kesenangan itu kembali pudar karena terdengar kabar lagi, ternyata Utsman
bin Affan melamar Fatimah. ini sudah yang ketiga kalinya, kata Ali “mungkin
kali ini diterima. Kalaulah Usman tidak melamar Fatimah secepat ini, InsyaAllah
tidak lama lagi saya akan melamar Fatimah, tapi , apa hendak dikata , adakah mau
mengalah?".
Dan sekali lagi, tidak berapa lama dari itu, kabar
ditolaknya lamaran Utsman bin Affan pun terdengar lagi, betapa bahagianya Ali.
Semangat Ali untuk melamar Fatimah pun berkobar lagi, dan semangat itu didukung
oleh sahabat-sahabat Ali. Kata sahabatnya “ pergilah Ali, lamar Fatimah
sekarang, tunggu apa lagi? kamu kan
sudah bekerja keras selama ini, kamu juga sudah mengumpulkan harta dan cukup
untuk membeli mahar. tunggu apa lagi? Tunggu yang ke4 kalinya? baik cepat!”
Dengan segera Ali memeberanikan diri untuk
menghadap ke Nabi Muhammad saw. dengan tujuan melamar Fatimah, dan
sahabat-sahabat tahu? lamarannya diterima!
Ternyata memang dari dulu Fatimah az-Zahra
sudah mempunyai perasaan dengan Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu
juga dengan Ali, dari dulu dia juga sudah mempunyai perasaan dengan Fatimah
az-Zahra. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saatnya
tiba, sampai saatnya Ijab Kabul disahkan. Walaupun Ali sudah merasakan
kekecewaan 3 kali mendahulukan orang lain, akhirnya kekecewaan itu terbayar
juga.
“Jodoh memang tidak kemana”,dari cerita itu,
lebih memperjelas lagi kan bahwa “Cinta itu, mengambil kesempatan , atau
mempersilakan yang lain”
Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja
dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar
bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita, Tetapi Diri kita yang mengendalikan
Cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut disekitar kita
saat ini. Walaupun bukan tidak ada.. barangkali, kita saja yang tidak
mengetahuinya. Dan inilah kisah dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan
Rasulullah tentang membingkai perasaan dan bertanggung jawab akan perasaan
tersebut “Bukan janj-janji”
Akhirnya Ali pun menikahi Fatimah az-Zahra
Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah
yang semula ingin disumbangkan sahabat-sahabatnya tapi Nabi berkeras agar ia
membayar bakinya, Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya
bagi Abu Bakar, Umar dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. Ali
adalah gentleman sejati.,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda
kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua
perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk
menanti. Seperti Ali.
Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak
kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan
bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fatimah berkata kepada Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu.
Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa
engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fatimah berkata, “Ya, karena
pemuda itu adalah Dirimu”
Dalam riwayat lain diceritakan:
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari
setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali:
Fatimah : “Wahai suamiku Ali, aku telah halal
bagimu, aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku
suami yang tampan, sholeh, cerdas dan baik sepertimu”.
Ali : “Aku pun begitu wahai Fatimahku sayang,
aku sangat bersyukur kepada Allah akhirnya cintaku padamu yang telah lama
kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.”
Fatimah : (berkata dengan lembut) “Wahai
suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? karena aku ingin terjalin
komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita”.
Ali : “Tentu saja istriku, silahkan, aku akan
mendengarkanmu…”.
Fatimah : “Wahai Ali suamiku, maafkan aku,
tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama
mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, dan aku merasa pemuda
itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya ayahku menikahkan aku
denganmu. Sekarang aku adalah istrimu, kau adalah imamku maka aku pun ikhlas
melayanimu, mendampingimu, mematuhimu dan menaatimu, marilah kita berdua
bersama-sama membangun keluarga yang diridhoi Allah”
Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan
Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan bersama, suatu pernyataan yang
sangat jujur dan tulus dari hati perempuan sholehah. Tapi Ali juga terkejut dan
agak sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya ternyata Fatimah
telah memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa agak sedih karena
sepertinya Fatimah menikah dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain
adalah ayahnya Fatimah, Ali kagum dengan Fatimah yang mau merelakan perasaannya
demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau menjadi istri
Ali dengan ikhlas.
Namun Ali memang sungguh pemuda yang sangat
baik hati, ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi suami Fatimah, tapi
karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali
pun merasa agak bersalah jika hati Fatimah terluka, karena Ali sangat tahu
bagaimana rasanya menderita karena cinta. Dan sekarang Fatimah sedang
merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan didalam hatinya bercampur
aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah
pun telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi disisi lain Ali tahu bahwa hati Fatimah
sedang terluka. Ali pun terdiam sejenak, ia tak menanggapi pernyataan Fatimah.
Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali suamiku
sayang, Astagfirullah, maafkan aku. Aku tak ada maksud ingin
menyakitimu, demi Allah aku hanya ingin jujur padamu, saat ini kaulah pemilik
cintaku, raja yang menguasai hatiku.”.
Ali masih saja terdiam, bahkan Ali mengalihkan
pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu.
Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil
merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usah lah kau pikirkan kata-kataku itu,
marilah kita berdua nikmati malam indah kita ini. Ayolah sayang, aku menantimu
Ali”.
Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu
menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata, “Fatimah, kau tahu
bahwa aku sangat mencintaimu, kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa
cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu, kau pun juga tahu betapa bahagianya
kau telah menjadi istriku. Tapi Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih
karena mengetahui hatimu sedang terluka. Sungguh aku tak ingin orang yang
kucintai tersakiti, aku bisa merasa bersalah jika seandainya kau menikahiku
bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walaupun aku tahu lambat laun
pasti kau akan sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu
sakit sampai akhirnya kau mencintaiku.”.
Fatimah pun tersenyum mendengar kata-kata Ali,
Ali diam sesaat sambil merenung, tak terasa mata Ali pun mulai keluar air mata,
lalu dengan sangat tulus Ali berkata lagi, “Wahai Fatimah, aku sudah menikahimu
tapi aku belum menyentuh sedikit pun dari dirimu, kau masih suci. Aku rela
menceraikanmu malam ini agar kau bisa menikah dengan pemuda yang kau cintai
itu, aku akan ikhlas, lagi pula pemuda itu juga mencintaimu. Jadi aku tak akan
khawatir ia akan menyakitimu. Aku tak ingin cintaku padamu hanya bertepuk
sebelah tangan, sungguh aku sangat mencintaimu, demi Allah aku tak ingin kau
terluka… Menikahlah dengannya, aku rela”.
Fatimah juga meneteskan airmata sambil
tersenyum menatap Ali, Fatimah sangat kagum dengan ketulusan cinta Ali
kepadanya, ketika itu juga Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong
dan berkata, “Tapi Fatimah, sebelum aku menceraikanmu, bolehkah aku tahu siapa
pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu?, aku berjanji tak akan meminta apapun
lagi darimu, namun izinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.”
Airmata Fatimah mengalir semakin deras, Fatimah
tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan Fatimah langsung memeluk Ali
dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu,“Wahai Ali, demi
Allah aku sangat mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu karena
Allah."
Berkali-kali Fatimah mengulang kata-katanya.
Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali,
Awalnya aku ingin tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku
mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam rasa cinta kepada seorang pemuda
sebelum menikah denganmu, aku hanya ingin menggodamu, sudah lama aku ingin bisa
bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia. Apakah kau
tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah”.
Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan
selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah kepadanya ”Apa maksudmu
wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta kepada seorang
pemuda, tapi kau malah kau bilang sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin
tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah?, sudahlah
tolong sebut siapa nama pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia
sudah menikah?”.
Fatimah pun kembali memeluk Ali dengan erat,
tapi kali ini dengan dekapan yang mesra. Lalu menjawab pertanyaan Ali dengan
manja, “Ali sayang, kau benar seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah
memendam rasa cintaku itu, aku memendamnya bertahun-tahun, sudah sejak lama aku
ingin mengungkapkannya, tapi aku terlalu takut, aku tak ingin menodai anugerah
cinta yang Allah berikan ini, aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa
cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila ku
bertemu dengannya. Kau juga benar wahai Ali cintaku, ia memang sudah menikah.
Tapi tahukah engkau wahai sayangku, pada malam pertama pernikahannya ia malah
dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru dinikahinya”
Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera
melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin menggoda Ali, ”Kau ingin tahu
siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku, aku
sedang memeluk mesra pemuda itu, tapi kok dia diam saja ya, padahal aku
memeluknya sangat erat dan berkata-kata manja padanya, aku sangat mencintainya
dan aku pun sangat bahagia ternyata memang dugaanku benar, ia juga sangat
mencintaiku…”
Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu…?”
Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau
benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan hatiku”.
Subhanallah, Betapa Indahnya Kisah Cinta antara Ali Bin
Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Maha Suci Allah, Dia-lah yang mengatur
segalanya. Dia-lah yang telah mengatur jodoh, rezeki, pertemuan, dan maut dari
setiap insan di dunia.
Pesan Rasulullah kepada Fatimah az-Zahra
Ayahanda yang penyayang terus merenung
puterinya dengan pandangan kasih sayang, "Puteriku, maukah engkau
kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?"
"Tentu sekali ya Rasulullah," jawab
Siti Fatimah kegirangan.
Rasulullah saw. bersabda, "Jibril telah
mengajarku beberapa kalimah. Setiap kali selesai shalat, hendaklah membaca 'Subhanallah'
sepuluh kali, 'Alhamdulillah' sepuluh kali dan 'Allahu Akbar'
sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca 'Subhanallah', 'Alhamdulillah'
dan 'Allahu Akbar' ini sebanyak tiga puluh tiga kali."
Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada
Siti Fatimah. Semua kerja rumah dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna
meskipun tanpa pembantu rumah.
Itulah hadiah istimewa dari Allah buat
hamba-hamba yang hatinya senantiasa mengingat-Nya.
Cerita ini adalah dikisahkan menurut
penceritaan yang mudah untuk difahami,mudah-mudahan bermanfaat.
"Jika kamu memelihara dirimu dari suatu
perkara yang haram karena Allah swt. diatas wanita yang dicintaimu dengan banyak
bersabar. Insya Allah, Allah akan menghalalkannya untukmu atas kesabaranmu karena
Allah"
Pustaka :
http://talimulquranalasror.blogspot.com/2013/07/kisah-cinta-ali-bin-abi-thalib- dengan_23.html
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus